Kesuksesan
hadir dalam diri seseorang dari sebuah perjalanan panjang. Itulah mantra awal
yang menggoda pada awal sebuah buku menarik, Success Built to Last (Esensi:
2009). Adalah sosok Nelson Mandela,
Pahlawan Afrika Selatan ini adalah seorang pengacara aktivis, yang dikirim ke sebuah kamp kematian, karena keyakinannnya bahwa politik apartheid akan berakhir kelak. Pada 1964, atas tuduhan sabotase dan persekongkolan jahat, Mandela dihukum seumur hidup dan menghuni penjara Robben Islan di Cape Town, Afrika Selatan. Ide dan pemikirannya tetap tumbuh, sebab penjara tidak mampu mematikan cita-cita Mandela.
Setelah 27 tahun dibelenggu, tepatnya pada 1990, Mandela bebas. Ia bisa saja menjelma menjadi tukang jagal dengan dendam kesumat, tapi pemilik nama lengkap Nelson Rolihlahla Mandela ini, memilih jalan damai melalui revolusi tanpa kekerasan dan rekonsiliasi nasional. Inilah Efek Mandela, yaitu ketika Anda dapat menciptakan kesuksesan yang bertahan, bukan karena Anda sempurna atau beruntung, melainkan karena Anda memiliki keberanian untuk melakukan sesuatu yang bermakna bagi Anda.
Lihatlah, betapa tidak beruntungnya seorang Jimmy Carter, mantan presiden Amerika Serikat. Hasil pemilihan umum 1980 seperti palu godam bagi Carter. Dukungan suara untuknya merosot tajam dibanding rivalnya Ronald Reagan, si koboi Hollywood, yang memenangi pemilihan presiden tersebut. “Ketika meninggalkan Gedung Putih, saya merasa putus asa,” ujar Carter. Bagaimana tidak, semua hasil bisnisnya tandas demi ongkos politik yang tidak murah dan setelah empat tahun di Gedung Putih, ia justru mengumpulkan hutang satu juta dollar.
Carter pasti kecewa, tapi ia (seperti halnya Albert Arnold "Al" Gore, mantan wakil presiden AS era Clinton, yang belakangan aktif berkampanye melawan pemanasan global), memilih mengabdi untuk perdamaian. Carter pun mendapatkan nobel perdamaian 20 tahun setelah kekalahan menyakitkan itu. Setelah kekalahan yang menyakitkan itu, ia menemukan definisi baru mengenai kesuksesan: “Anda dapat mengukur kesuksesan di mata Tuhan: keadilan, kedamaian, kerendahan hati, pelayanan, ampunan, cinta kasih, dan cinta. Anda tidak harus kaya, kuat, terkenal, sehat, atau pintar untuk mendemonstrasikan karakteristik-karakteristik kehidupan tersebut.”
Keberhasilan Mandela dan Carter, bukan proses sehari semalam. Kesuksesan yang tidak sekadar dicapai melalui ajang selebriti sesaat macam The Apprentice, Indonesian Idol, dan program-program televisi serupa. Pendekatan jangka panjang-lah, sesuatu yang diyakini oleh Jerry Porras, Stewart Emery, dan Mark Thompson, ketiganya menulis buku Success Built to Last ini, yang mampu menginspirasi banyak orang bahwa kesuksesan adalah sebuah proses. Seperti Mandela dan Carter, sosok sukses yang berbuat banyak kesalahan dan menuai banyak kegagalan. Inilah mantra selanjutnya dari buku ini.
“Kesuksesan adalah tentang membangun hubungan jangka panjang dan pelayanan terhadap sesama,” ujar Azim Premji, pemimpin Wimpro di India. Selain itu, lihatlah para Pengukir Prestasi macam Steve Jobs (CEO Apple), betapa berbeda kesuksesan mereka dibandingkan rencana-rencana mereka. Mereka juga tidak memiliki peta perjalanan yang menyerupai jalur yang mereka ambil. Perjalanan sukses, ibarat upaya keras menggapai bulan tetapi malah mencapai Mars.
0 komentar:
Posting Komentar
Nama :
E-mail :
Umur :
Komentar :